Lelaki berkumis itu, kini sudah
dapat menghela nafas dengan tenang. Meskipun bergaya sederhana, berperawakan urang awak benar, pendek, bahu lebar,
muka berminyak, namun telah sukses membangun perekonomian keluarga. Tinggal
lagi mempergesit perjuangan, yakni mengenalkan Batam dan Kebudayaan Kepri lewat
media baju kaos ke turis mancanegara.
Jalinus Sikumbang, beitu namanya. Ia
lahir 15 Mei 1973 di Tanah Datar, Sumatera Barat. Sejak berusia 23 tahun, ia telah memutuskan
untuk merantau ke Pulau Batam dengan modal selembar ijazah SMA. Ijazah itu
pulalah yang menghantarkannya dapat bekerja di sebuah PT di Kota Batam, meski
keberadaannya sebagai karyawan rendahan dan gaji yang tidak bisa menjanjikan
masa depan, namun ia begitu tekun menjalaninya.
"Pekerjaan itu aku anggap saja
sebagai suratan takdir, jadi aku terima dengan ikhlas meski sebagai buruh kasar
perusahaan ", katanya menceritakan saat ditemui Haluan Kepri, Sabtu (25/6)
siang.
***
Berjalan tiga tahun, sejak tahun
1996-1999, pada suatu siang yang ganas, tiba-tiba ia mendapat amplop putih dari
atasan. Seketika, seribu tanya hadir dalam dirinya. Ketika dibukanya, ternyata
surat pemutusan hubungan kerja (PHK).
Miris nian nasib yang ia lalui di kampung orang, seorang diri pula.
Namun tidak meruntuhkan semangat juangnya.
Begitu ia tidak bekerja lagi, gaji
yang disisihkan sedikit demi sedikit selama tiga tahun sebelumnya, ia belikan
sepeda motor seadanya. Lalu, mengojekpun ia lakoni untuk menyambung hidup, agar
masih bisa berkabar ke kampung halaman di Tanah Datar sana. Lagi pula, ia
selalu punya niat, bagaimana dengan hasil usaha rantauannya, dapat juga
berkirim ke orang tua di kampung halaman. Padahal, ia tidak terdaftar sebagai
tukang ojek resmi di kawasan Nagoya-Batam.
Mengojek selama hampir setahun,
membuatnya banyak kenal dengan masyarakat di Batam. Akhirnya, profesi itu pun
ia tinggalkan setelah dapat menyisihkan sebagian pendapatan untuk hari depan.
Bersih Rp 1 juta uang dapat dikumpulkan Jalinus. Dengan uang itu, ia mencoba
berjualan aksesoris di street shopping
Nagoya Hill. Hari demi hari ia lalui dengan menggantungkan hidup di street shoping Nagoya Hill itu hingga ia
menemukan ide yang cemerlang. Yakni mengangkat citra budaya orang Kepri dan mengenalkan
Batam lewat media baju kaos ke turis mancanegara. Itu ia lakukan dengan modal
seadanya.
Akhirnya, Shoping street Nagoya
Hill pun ia tinggalkan. Dua kodi baju kaos oblong asal Bukittinggi disablon
dengan berbagai gaya. Konsepnya tetap citra budaya dan semangat kecintan
terhadap Batam.
Berawal dengan sepeda motor buntut,
ia tekun mengejar turis-turis yang
melalui travel VIP Batam Indah Indopas. Dimana turis-turis meses, Jalinus
muncul di situ sebagai penjual aksesoris seperti kacamata, dan baju kaos
bermerek "WelCome To Batam" dan I Love Batam Indonesia". Dua
kodi kaos sablon, habis sehari. Besoknya, ia cari kaos oblong di sekitar pasar
di Batam saja, karena Bukittinggi terlalu jauh. Usahanya ini menjadi sesuatu
yang manis, sebab jualannya pun laris manis setiap harinya. Hari-hari
berikutnya, Pesanan baju selalu meningkat.
"Untuk berjualan dengan
turis-turis, saya menggunakan Bahasa Inggris seadanya. Bahasa Inggris saya
sangat balepotan, akhirnya karena terbiasa berjualan dengan pendatang-pendatang
dari Barat, baru lancar," katanya.
Bagi Jalinus, jalan usaha sudah
mulai agak terang. Ia pun mempersunting Nur Lena, perempuan Melayu, di ranah
rantauannya ini, Batam. Setelah menikah, ia semakin tekun menjalani
pekerjaannya sebagai penjual kacamata dan baju kaos sablon amatiran. Tanpa ada
kedai apalagi toko.
Berkat ketekunan dan ketabahan,
tahun 2003 ia bisa membeli tanah dan membangun rumah permanen di kawasan
Nagoya, Batam. Usahanya semakin
meningkat, tahun 2007 ia dapat membeli mobil Sedan jenis toyota Vios.
Bapak dua anak ini, sejak 2009 lalu
sudah berpenghasilan Rp1,5 juta per hari. Berjualan kaos bermerek ikon Batam
dengan mengejar Turis-turis yang melalui travel VIP Batam Indah Indopas, tidak
ia tinggalkan sampai sekarang. Walaupun,
ia telah mempunyai stand tetap di DC Mall dan stand-stand tidak tetap di
setiap event-event dan pameran-pameran. Setiap stand dijaga oleh dua orang
karyawan.
Sekarang ia telah mampu membayar
setiap kali mengikuti Expo melalui organizer sebesar Rp 6 juta per 16 hari.
Ditambah pula dengan sewa stand di DC Mall Rp13 juta per bulan, dan Rp 1,2 juta
gaji dua orang karyawan. Sedangkan harga 1 pcs kaos bermerek "I love
Batam" hanya Rp 35 ribu.
"Mungkin, beberapa bulan
kedepan, saya mau tambah dua orang karyawan lagi, karena event yang harus
dikejar terlalu banyak," katanya saat mengikuti CMB Expo di Mega Mall
Batam centre.
Meski demikian, menurutnya,
cita-citanya masih panjang. Media baju kaos bermerek Batam dan sederatan merek
ikon-ikon Batam dan budaya Kepri lainnya belum begitu familiar.
"Saya benar-benar ingin
berjuang mengenalkan Batam dan kebudayaan Kepri melalui baju kaos. Makanya saya
belum memilih untuk tetap di toko. Lebih baik kita siap mengisi stand setiap ada
pameran dan ekspo", tuturnya.
Sudah ratusan kodi baju kaos
bermerek "Wel Come to Batam" dan "I love Batam", terjual,
baik ke turis mancanegara maupun turis lokal yang berasal dari daerah Jawa.
Tetapi, sampai ditemui Haluan kepri beberapa hari lalu, dirinya belum pernah
tersentuh oleh pemerintah. Dia juga berharap, agar usaha memperkenalkan Batam
dan kebudayaan kepri lewat media baju kaos mendapat dukungan secara moril dari
pemerintahan.
Ia mencontohkan, ketika ada
event-event olah raga, seni dll, pemerintah sedapat mungkin mengarahkan
tamu-tamu atau peserta event itu untuk membeli baju kaos miliknya.
"Seperti di Jakarta, setiap
orang yang datang selalu membeli kaos bermerek "Jakarta Tempo Doeloe"
atau kaos Dagadu di Jogja, atau Bandung yang telah begitu familiar. di Padang
saja yang baru, dengan produk kaos bermerek "Tangkelek", sudah
mendapat apresiasi dari pemerintah dan masyarakat Sumbar. Sedangkan kita di
Batam, sangat besar kemungkinan untuk melebihi produk kaos di Jakarta, Jogja
dan Padang, sampai hari ini belum
mendapat apresiasi yang membanggakan", katanya lagi.
Perjuangannya membangun ekonomi
keluarga melalui baju kaos bermerek Batam, selalu mendapat dukungan penuh dari istrinya. Nur Lena, begitu nama istrinya,
selalu membantu mengembangkan bisnis Jalinus.
Walupun Istri tidak ikut pameran
berhari-hari di daerah yang agak jauh, seperti di Tanjung Pinang, Nur Lena
tetap tidak mempersoalkannya.
"Pernah berhari-hari Uda
(Panggilan Jalinus oleh Nur Lena) tak pulang-pulang mengikuti pameran di
Tanjung Pinang, saya tidak mempersoalkannya, karena saya tahu Uda selalu ulet
dan serius berjualan, malah saya selalu mendukung, bagaimana baju kaos uda
selalu laku", aku Nur Lena istrinya.
Begitu juga Bunda Elly, salah seorang
karyawannya, juga mengungkapkan bahwa Jalinus selalu ulet dan pantang menyerah.
"Setiap kali ia mendapat rezki yang berlimpah, ia selalu berkirim ke keluarganya di kampung, dan selalu mentraktir
kami makan", katanya.
Hal demikian pula yang menyebabkan
Jalinus, akhirnya bisa menjadi salah satu ketua pada Ikatan Keluarga Tanah
Datar (IKTD) Batam dan Kepri periode
2011-2015. Kemudian Dia juga diangkat sebagai Ketua Futsal Ikatan Keluarga
Tanah Datar di Batam. (Mayonal Putra)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Berikan Komentar Anda, tanpa ada unsur fitnah, dan menyinggung SARA!