Label

Selasa, 19 Februari 2013

Semua BUMD Harus Diaudit


-BRK Harus Mengangkat Perekonomian Masyarakat Menengah ke bawah
-Riau Air Sebaiknya Tutup Dulu

PEKANBARU (***)--Mengingat Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) provinsi Riau tidak memberikan kontribusi yang nyata kepada masyarakat, kecuali Bank Riau Kepri (BRK), anggota DPRD Riau menyarankan agar semua BUMD dilakukan audit. Audit tersebut dilakukan mestinya sebelum dilaksanakannya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Hal tersebut dikatakan anggota komisi B, DPRD Riau, Mansur HS, Jumat (15/2) di ruang komisi B. Dia juga menilai, meskipun BRK memberikan keuntungan kepada daerah selama ini, namun program harus terarah kepada pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

"Kita jujur saja, satu-satunya BUMD yang sehat hanyalah Bank Riau Kepri. Harapan pemegang saham, sama dengan harapan kita bahwa ke depan devidennya harus lebih tinggi lagi.Namun, akan menjadi percuma tinggi, kalau tak bisa memberdayakan UMKM,"kata politisi PKS ini.

Dia memberikan apresiasi kepada BRK terkait telah dilaksanakannya RUPS. Kaitannya dengan BUMD lainnya, Mansur HS menyarankan agar segera mengikuti jejak BRK. Namun, dia juga menyayangkan, sebelum RUPS tidak ada dilakukan audit.

"Kaitannya dengan BUMD yang lain, terkait RUPS BRK, semestinya diikuti oleh BUMD yang lain. Tapi masalahnyan tak ada satupun BUMD yang melakukan audit. Harusnya semua BUMD mesti diaudit. Itu dilakukan sebelum RUPS dilaksanakan,"katanya.

Terkait PT. Riau Air, Mansur mengungkapkan kata-kata pesimis bahwa perusahaan penerbangan masyarakat Riau itu akan kembali beroperasi tahun 2013 ini. Bahkan dia menyarankan agar Riau Air ditutup dulu sambil menggaet investor. itupun, kata dia kalau masih memungkinkan pihak ketiga mau berinvestasi.

"Khusus Riau Air, saya punya pandangan bahwa itu agak susah. Saya punya saran tutup saja dulu, sambil menunggu lembaran baru, atau investor yang baru,"katanya.

Dia juga mempertanyakan, kenapa pemprov Riau getol untuk mengoperasikan Riau Air. Apalagi, perusahaan itu telah di klaim pailit oleh pengadilan dan komisi B sendiri tidak akan mengucurkan anggaran baik untuk gaji pegawai maupun untuk operasional.

"Kenapa dihidupkan kembali, kan sudah pailit. Apa lagi yang diharapkan dari Riau Air. Kita tidak akan mengucurkan anggaran, baik untuk gaji atau untuk operasional,"tambahnya.

Lebih lanjut dia mengatakan agar pemegang saham bisa belajar ke provinsi Papua dan Sumatera Utara. Sebab, di 2 provinsi itu tidak punya pesawat namun bisa menyewa serta memberikan keuntungan yang lebih bagi daerahnya. Sedangkan,  keadaan Riau Air sekarang sangat memprihatinkan.

"Jika ada kemauan pemegang saham, maka mesti belajar sama Papua dan sumut. Dia tak punya pesawat namun dia sewa, tetapi memberikan keuntungan bagi daerah itu,"katanya.

Dia juga menceritakan, 3 unit pesawat Riau Air hanya terparkir di rongsokan Bandara Halim Perdana Kusuma. Padahal, pajak parkir mesti terus dibayar setiap tahunnya.

"Saya juga tak tahu, diapakan 3 pesawat itu bagusnya. Jual perkilo juga tak mungkin,"tutupnya. (ynl)

Sungai Kulim Ditutup, Aliran Dialihkan Ke Gorong-Gorong dalam Kebun

--Komisi A Nyatakan Tindakan Itu Menyalahi Hukum
--Warga Minta Sungai Dinormalisasi

PEKANBARU (***)--Sepanjang 30 Km sungai Kulim,  yang membelah kecamatan Perhentian Raja di Kabupaten Kampar ditutup paksa atau ditimbun oleh sebuah perusahaan perkebunan sawit. Sedangkan aliran sungai itu dialihkannya dengan membuat sistem gorong-gorong di dalam kebun seluas 300 hektare itu.

Camat Perhentian Raja, Huzairy  mengatakan pihak perusahaan dengan nama PT. Sinar Delhi sudah melakukan tindakan yang merusak lingkungan. Sungai yang bermuara ke sungai Kuantan tersebut, dulu mempunyai lebar 15 meter. Sungai yang juga diharapkan masyarakat sebagi sumber pendapatan dan pengairan itu kini sudah ditimbun dan ditanami sawit.

"Kami menginginkan sungai kulim itu dinormalisasi kembali. makanya, kami berharap betul kepada pemerintah melalui DPRD Riau ini. Sebab, pihak perusahaan melakukan ini sudah sejak tahun 2010 lalu,"katanya kepada Harian Vokal, usai hearing dengan komisi A, DPRD Riau, Selasa (19/2).

Pihaknya sangat mengecam tindakan perusahaan yang menutup aliran Sungai Kulim secara sepihak dan tanpa memikirkan akibatnya. Bahkan dia mempertanyakan, apakah perusahaan itu tidak tahu dengan UU No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang melarang menutup, mengalihkan dan memotong badan sungai atau anak sungai.

Penutupan Sungai Kulim itu, katanya, juga telah menghilangkan situs sejarah masyarakat di kecamatan Perhentian Raja. Sebab, sinopsis yang ditulis oleh para tokoh masyarakat diketahui bahwa Sungai Kulim merupakan sejarah lahirnya nama Perhentian Raja.

''inikan jelas perbuatan melawan hukum. Maka, kami berani saja menempuh jalur hukum terhadap tindakan yang telah dilakukan PT Sinar Delhi itu. Sebab, kami sudah turun dan kroscek ke lapangan,'' tegasnya.

Lebih lanjut dia menyebutkan, bahwa pada Selasa lalu dia sudah turun ke lapangan  bersama Kepala Desa Lubuk Sakat. Hal itu juga diakui oleh kepala Desa Lubuk Sakat, Yusriandi pada kesempatan yang sama. Dia menjelaskan,  Sungai Kulim yang mengaliri tiga desa yakni, Desa Perhentian Raja, Desa Lubuk Sakat dan Desa Kampung Pinang merupakan salah satu sumber mata pencaharian masyarakat khususnya pencari ikan.

"namun, ulah pengusaha yang tidak taat aturan, sungai tersebut ditutup paksa lalu ditanami kelapa sawit hingga tidak tampak lagi kalau tempat itu adalah aliran Sungai Kulim,"katanya.

Bukan hanya mata pencaharian sebagian masyarakat yang hilang, tetapi juga menyebabkan desa tersebut terendam banjir. Sebab, debut aliran sungai dari hulu tidak lagi mampu ditampung oleh gorong-gorong yang dibuat perusahaan tersebut.

"Bahkan, Kantor Polsek Perhentian Raja yang berada di Lubuk Sakat itu juga ikut terendam. Belum lagi rumah warga di desa kami,"katanya.

Sementara itu, Ketua Bidang Advokasi Kaukus Global Trasparansi (KAGOTRA), Roni Edward B meminta agar komisi A, DPRD Riau segera turun kelapangan. Komisi A juga diminta agar memanggil langsung PT Sinar Delhi untuk meminta keterangan lebih lanjut.

"Saya berharap betul kepada komisi A, DPRD Riau,supaya tidak dibiarkan masalah ini berlarut-larut. Semestinya, komisi A segera panggil dan adakan hearing dengan masyarakat setempat,"katanya.

Menanggapi hal itu, ketua komisi A, Masnur, menyebutkan bahwa tindakan perusahaan itu adalah tindakan yang salah menurut hukum dan tergolong merusak lingkungan. Sebab, dampak yang ditimbulkan oleh pihak perusahaan itu, sangat mengancam kehidupan warga. Apalagi dengan terjadinya banjir di desa Lubuk Sakat.

"ya, ini tindakan yang memang sangat salah. Apalagi dampak dari perbuatan perusahaan itu sangat luar biasa. Kita juga sudah cek ke lokasi, memang terjadi penimbunan. Pertama bagi mereka pihak perusahaan, untuk melewati kendaraan mereka masuk ke dalam perkebunan,"kata Masnur. 

Namun, jelas Masnur, sepanjang komunikasi komisi A dengan PT. Sinar Delhi tidak ada yang mengaku bahwa penimbunan sungai itu dari perusahaan tersebut. Bahkan, dia mengaku itu tindakan pribadi atas nama Jimiahua.

"katanya tidak ada PT Sinar Delhi, yang ada hanya Jimiahua, sebab kepemilikannya pribadi,"ungkap Masnur mengulangi pembicaraannya dengan pihak perusahaan.

Untuk itu, Masnur berjanji akan memanggi pihak perusahaan termasuk Jimiahua itu untuk hearing Selasa depan. Dia juga berencana memintai keterangan dan izin atas perusahaan mereka.

"kita akan minta izin mereka. kita cek dulu, apa alasan nya membuat kerjaan menutup sungai begitu. Minggu depan kita undang  mereka untuk hearing,"tutup Masnur. (ynl)

PETI di Kuansing Ibarat Lingkaran Setan

-Kegiatan Terorganisir, Polisi Harus Basmi Pelaku
-Masyarakat Dilarang Menerima Fee dari Pelaku Tambang
-3 Bulan Lalu Temukan Oknum TNI

PEKANBARU (***)--Menyikapi maraknya Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Sungai  Kuantan, komisi A DPRD Riau melakukan Hearing dengan Polres Kuansing, Selasa (19/2). Polres  kuansing yang diwakili oleh Wakapolres Kuansing, Kompol Haldun, Kabag Ops, Kompol Aswar dan  Kasat Reskrim, AKP Tryanto menjelaskan kepada komisi A, polemik dan kerumitan membasmi PETI di  Kuansing.

Sebelumnya, ketua komisi A, Masnur mengatakan tindakan penambang emas tanpa izin sudah  sangat keterlaluan. Para penambang saat ini tidak hanya menyedot aliran sungai Kuantan saja, tetapi  sudah mulai masuk di kawasan kebun masyarakat. Sedangkan, tindakan aparat keamanan belum dapat menghentikan.

"Ini sudah menjadi lingkaran setan. Kadang-kadang saat aparat razia, pelaku tambang sudah mengetahuinya alias bocor. Selain itu, ada fee yang diterima unsur masyarakat sehingga pertambangan tanpa izin ini terus berlanjut,"kata Masnur. 

Dikatakan Masnur, pertambangan tanpa izin ini hampir terjadi di 15 kecamatan di Kabupaten Kuansing. Dia mempertanyakan, kalau dibiarkan  kejadian itu terus berlanjut, sampai kapan polemik ini akan selesai. Apalagi ada dugaan-dugaan oknum yang melindungi ini.

"Ini sama dengan pemburu ilegal loging, tak bisa dibrantas. padahal, 12 kubik air perjam bisa dihisap oleh mesin PETI. Bahkan, ini sudah sampai ke kebun karet orang. Polisi, mestinya harus menangkap. Kalau pelaku lari, kan bisa diketahui juga,"katanya.

Sedangkan anggota komisi A, James Pasaribu mengatakan PETI  lebih parah dari ilegal loging di Riau. Dia mempertanyakan, bagaimana lingkaran uang dari hasil pertambangan itu. Tentu saja, katanya, sudah terorganisir secara jelas sehingga masyarakat enggan untuk menghentikan tambang tradisional itu.

"Saya tanyakan, apakah ini memang masyarakat sendiri, atau ada cukong di belakangnya. Saya kira,
ini ada yang jual dam beli dan ada yang  menunggangi. Saya sayangkan kades dan kepala adat juga mendapat fee atas lingkaran penjualan ini.  Tentu sudah ada yang mengorganisir, sehingga susah dibasmi. Saya ingin, pihak kepolisian mengejar kearah sana, atau siapa pelaku dibalik pelaku tambang itu sendiri,"kata politisi senior PDI Perjuangan ini.

Sementara itu, anggota komisi A, Hazmi Setiadi justru mempertanyakan kemungkinan pemkab Kuansing untuk membuka pertambangan resmi. Alasannya, dengan potensi emas yang dimiliki Kuansing, bisa dimanfaatkan hasilnya secara baik.

"Kalau kandungan emasnya banyak, seharusnya duduk bersama, apakah dibuka pertambangan,"katanya.

Sedangkan usulan ini sudah dibantahkan Masnur, sebab membuka peluang untuk tambang emas sama artinya merusak lingkungan. Sehingga pelaku tambang semakin leluasa untuk menyedot sungai atau lokasi potensi emas.Sedangkan Kasat reskrim Polres Kuansing, AKP Tryanto mengungkapkan pihaknya sudah pernah menangkap alat berat yang digunakan untuk PETI. Alat berat itu punya salah seorang pengusaha tambang emas yang bernama Pak Cik. Sampai hari ini, Pak Cik, katanya masih menjadi DPO Polres Kuansing.

"Kita sudah menangkap alat berat, ini yang membiayai  pak cik, tapi dia masih DPO sampai hari ini,"katanya.

Wakapolres Kuansing, Haldun  mengatakan, pihaknya juga sudah melaksanakan pencegahan, sosialisasi dan himbauan pelarangan agar masyarakat menghentikan PETI. Selain itu, juga telah melaksanakan razia serta patroli rutin. Anehnya, 3 bulan yang lalu, ketika ada razia dia terpaksa bersitegang dengan pihak TNI. Sebab, beberapa tambang ternyata dilindungi oknum TNI. Kejadian itu sudah dilaporkan, sehingga TNI tersebut ditangani oleh POM. Haldun mengatakan, cara untuk membasmi PETI di Kuansing dengan bersepakat menolak fee dari pengusaha tambang ilegal itu. Sebab, pengusaha tambang kebanyakan memberikan fee kepada tokoh masyarakat, pemuda  dan bantuan sosial untuk rumah ibadah.

"seandainya semua elemen masyarakat sepakat tidak terima fee, saya kira bisa mengurangi. Tapi kalau menerima fee, ini ancaman bagi pihak kepolisian. Sumbangan, untuk masjid pun jangan diterima. Tentu aturan ini harusnya datang dari Ini dari bupatinya,"katanya.

Meskipun demikian, Wakapolres saat diwawancara Harian Vokal, usai hearing mengatakan akan menindaklanjuti hasil pertemuan tersebut . Dia juga berniat akan melakukan duduk bersama antara pemkab, polres, tokoh masyarakat untuk mencari solusi atas PETI tersebut. (ynl)