Syaher Jamil
Mengadukan Nasib Ke Kantor Dewan
Terik matahari kian membakar.
Mobil mewah berjejer di halaman depan kantor DPRD provinsi Riau, Jumat (22/6)
siang. Pegawai DPRD Riau dengan pakaian adat Melayu hilir mudik, sibuk dengan
tugas masing-masing. Satu-satu anggota DPRD turun dari mobil-mobil mewah.
Sambil menenteng buku harian dan telephone genggam, dia pun langsung memasuki
ruang komisi masing-masing. Karena, hari Jumat tersebut hearing komisi dengan
Dinas terkait memang padat.
Tetamupun mulai berdatangan dari
berbagai Dinas dilingkungan setdaprov Riau, guna membahas dan melaporkan kerja
masing-masing ke DPRD. Sebab, sebelumnya, Ketua DPRD menggesa masing-masing
komisi untuk merampungkan RAPBD perubahan tahun 2012 ini. Pasalnya, sejumlah
pembangunan dan agenda provinsi bergantung di APBD perubahan itu. Terlihat
pejabat-pejabat turun dari mobil sambil menenteng buku-buku agenda yang akan
dibahas dengan komisi di DPRD.
Tidak seperti biasanya, hari itu,
juga terlihat orang tua memakai baju Melayu dan kain sarung lusuh. Peci
nasional terpasang rapi di kepalanya. hidungnya menahan kaca mata tebal. Tas
bahan kain menggantung di lehernya. Bapak itu Tergopoh-gopoh berjalan dengan
dibantu dua tongkat, kiri dan kanan. Dia melewati mobil-mobil mewah di halaman
kantor DPRD itu.
Dengan sekuat tenaga, dia naiki
jenjang depan gedung DPRD. Setelah tiba di pintu masuk, dia kelihatan ragu. Dia
terhenti dan mondar mandir selama kurang lebih 15 menit di pintu itu.
Saat dihampiri Harian Vokal, dia
mulai angkat bicara. "Apa orang cacat seperti saya ini boleh menemui wakil
rakyat, nak?" tanyanya dengan nada yang amat lirih.
Syaher Jamil, begitu nama Bapak
yang telah berusia 58 tahun itu. Bapak
asal Batu Basurek Bangkinang itu mulai bercerita;
Dulu hidupnya bertani. Ada kebun yang digarapnya
di sekitar Panam-Pekanbaru. Dengan begitu, dia bisa menghidupi istri dan tiga
orang anaknya. Kehidupan ini dilaluinya dalam keluarga yang amat sederhana tapi
cukup bahagia.
"Rasanya, dulu aku tak
pernah mengadukan nasib, mendatangi pejabat seperti hari ini. Dulu kehidupanku
memang tidak mewah, namun cukup untuk makan sehari-hari, setiap lebaran datang,
baju kami pun sekeluarga tak pernah tak berganti," ceritanya dengan mata
yang berlinang.
Namun, Tuhan berkata lain pada
dirinya. Tahun 1995, sedang mengarap kebun milik orang, dia terjatuh, kakinya
patah. Tidak mendapatkan pengobatan yang berarti, akhirnya kakinya membusuk.
Penderitaan ini lah yang dia tanggung hingga kaki kanannya terpaksa diamputasi
dokter tahun 2003. Istri dan 3 orang anaknya, sudah pulang kekampung, dan tak
pernah mendatangi Syaher lagi.
"Hidup sendiri dengan satu
kaki, yang dibantu 2 tongkat ini sudah saya lalui sejak 12 tahun lalu. Saya
memaksa diri saya untuk tidak merepotkan orang lain. Tapi apa daya. Tuhan maha
kuasa. Ternyata kehidupan saya ditopang atas belas kasih para tetangga,"
katanya lagi.
Syaher Jamil yang hobi memakai
baju melayu ini tinggal di sebuah pondok kecil yang dipinjamkan warga RW 8 RT 4
Kelurahan Tuah Karya-Pekanbaru. Dia mengaku tidak kuat lagi. Sudahlama dia
hendak mengadukan nasinya ke DPRD. Tapi niat itu belum pernah dilakukannya
karena dia mengaku belum berani. Namun, kali ini dia berusaha mendatangi kantor
DPRD provinsi Riau.
"Aku tak hendak mengadukan
nasib ke wakil Rakyat. Tapi aku merasa malu. Apakah patut aku berada di gedung
ini sekarang? Maksud ku kesini bukan untuk meminta belas kasih dari pejabat di
sini. Aku hanya ingin mengadukan nasib saja. Aku tidak punya siapa-siapa lagi.
Tenaga tidak kuat untuk bekerja lagi. Kalau dikasihnya alhamdulillah, kalaupun
tidak dikasih aku tetap bersyukur asalkan keluhan aku ini ada yang
mendengar," lirihnya.
Dia juga mengaku tidak punya
keahlian selain bertani. dikataknnya, pendidikannya hanya beberapa tahun saja
di Sekolah Dasar. Namun demikian, dia tidak ingin lagi menyusahkan tetangganya.
Dia merasa kalau sudah terlalu lama hidupnya merepotkan orang lain.
"Sudahlah pondok dipinjamkan orang untuk berlindung dari panas dan hujan, makan
dan uang pun diberi tetangga," katanya.
Kalau bisa, ada yang
memberikannya sedikit modal, untuk membuka lapak atau berjual kecil-kecilan di
pinggir jalan. Hal itu diutarakannya kepada Harian Vokal. Dia ingin berusaha di
sisa usianya ini. Untuk bisa menyalurkan keinginannya itu, tentu pilihannya
kepada wakil rakyat. Berapalah modal untuk membuka lapak sekedar berjualan
rokok dan kacang-kacangan di pinggir jalan.
Namun demikian, hari itu bukanlah
hari yang beruntung bagi Syaher Jamil. Dari siang -hingga sore, dia tak kunjung
bisa menemui satupun anggota DPRD. Dan, tidak satupun pula orang yang
mempedulikannya. Akhirnya dia pulang dengan tangan hampa. Tetapi, dia masih bertekad, akan kembali mendatangi kantor DPRD untuk
mengadukan nasibnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Berikan Komentar Anda, tanpa ada unsur fitnah, dan menyinggung SARA!