Label

Senin, 25 Juni 2012

“Apa Orang Cacat Seperti Saya Boleh Temui Wakil Rakyat"



Syaher Jamil Mengadukan Nasib Ke Kantor Dewan


Terik matahari kian membakar. Mobil mewah berjejer di halaman depan kantor DPRD provinsi Riau, Jumat (22/6) siang. Pegawai DPRD Riau dengan pakaian adat Melayu hilir mudik, sibuk dengan tugas masing-masing. Satu-satu anggota DPRD turun dari mobil-mobil mewah. Sambil menenteng buku harian dan telephone genggam, dia pun langsung memasuki ruang komisi masing-masing. Karena, hari Jumat tersebut hearing komisi dengan Dinas terkait memang padat.

Tetamupun mulai berdatangan dari berbagai Dinas dilingkungan setdaprov Riau, guna membahas dan melaporkan kerja masing-masing ke DPRD. Sebab, sebelumnya, Ketua DPRD menggesa masing-masing komisi untuk merampungkan RAPBD perubahan tahun 2012 ini. Pasalnya, sejumlah pembangunan dan agenda provinsi bergantung di APBD perubahan itu. Terlihat pejabat-pejabat turun dari mobil sambil menenteng buku-buku agenda yang akan dibahas dengan komisi di DPRD.

Tidak seperti biasanya, hari itu, juga terlihat orang tua memakai baju Melayu dan kain sarung lusuh. Peci nasional terpasang rapi di kepalanya. hidungnya menahan kaca mata tebal. Tas bahan kain menggantung di lehernya. Bapak itu Tergopoh-gopoh berjalan dengan dibantu dua tongkat, kiri dan kanan. Dia melewati mobil-mobil mewah di halaman kantor DPRD itu.

Dengan sekuat tenaga, dia naiki jenjang depan gedung DPRD. Setelah tiba di pintu masuk, dia kelihatan ragu. Dia terhenti dan mondar mandir selama kurang lebih 15 menit di pintu itu.

Saat dihampiri Harian Vokal, dia mulai angkat bicara. "Apa orang cacat seperti saya ini boleh menemui wakil rakyat, nak?" tanyanya dengan nada yang amat lirih.

Syaher Jamil, begitu nama Bapak yang telah berusia 58 tahun itu.  Bapak asal Batu Basurek Bangkinang itu mulai bercerita;

Dulu hidupnya bertani. Ada kebun yang digarapnya di sekitar Panam-Pekanbaru. Dengan begitu, dia bisa menghidupi istri dan tiga orang anaknya. Kehidupan ini dilaluinya dalam keluarga yang amat sederhana tapi cukup bahagia.

"Rasanya, dulu aku tak pernah mengadukan nasib, mendatangi pejabat seperti hari ini. Dulu kehidupanku memang tidak mewah, namun cukup untuk makan sehari-hari, setiap lebaran datang, baju kami pun sekeluarga tak pernah tak berganti," ceritanya dengan mata yang berlinang.

Namun, Tuhan berkata lain pada dirinya. Tahun 1995, sedang mengarap kebun milik orang, dia terjatuh, kakinya patah. Tidak mendapatkan pengobatan yang berarti, akhirnya kakinya membusuk. Penderitaan ini lah yang dia tanggung hingga kaki kanannya terpaksa diamputasi dokter tahun 2003. Istri dan 3 orang anaknya, sudah pulang kekampung, dan tak pernah mendatangi Syaher lagi.

"Hidup sendiri dengan satu kaki, yang dibantu 2 tongkat ini sudah saya lalui sejak 12 tahun lalu. Saya memaksa diri saya untuk tidak merepotkan orang lain. Tapi apa daya. Tuhan maha kuasa. Ternyata kehidupan saya ditopang atas belas kasih para tetangga," katanya lagi.

Syaher Jamil yang hobi memakai baju melayu ini tinggal di sebuah pondok kecil yang dipinjamkan warga RW 8 RT 4 Kelurahan Tuah Karya-Pekanbaru. Dia mengaku tidak kuat lagi. Sudahlama dia hendak mengadukan nasinya ke DPRD. Tapi niat itu belum pernah dilakukannya karena dia mengaku belum berani. Namun, kali ini dia berusaha mendatangi kantor DPRD provinsi Riau.


"Aku tak hendak mengadukan nasib ke wakil Rakyat. Tapi aku merasa malu. Apakah patut aku berada di gedung ini sekarang? Maksud ku kesini bukan untuk meminta belas kasih dari pejabat di sini. Aku hanya ingin mengadukan nasib saja. Aku tidak punya siapa-siapa lagi. Tenaga tidak kuat untuk bekerja lagi. Kalau dikasihnya alhamdulillah, kalaupun tidak dikasih aku tetap bersyukur asalkan keluhan aku ini ada yang mendengar," lirihnya.

Dia juga mengaku tidak punya keahlian selain bertani. dikataknnya, pendidikannya hanya beberapa tahun saja di Sekolah Dasar. Namun demikian, dia tidak ingin lagi menyusahkan tetangganya. Dia merasa kalau sudah terlalu lama hidupnya merepotkan orang lain. "Sudahlah pondok dipinjamkan orang untuk berlindung dari panas dan hujan, makan dan uang pun diberi tetangga," katanya.

Kalau bisa, ada yang memberikannya sedikit modal, untuk membuka lapak atau berjual kecil-kecilan di pinggir jalan. Hal itu diutarakannya kepada Harian Vokal. Dia ingin berusaha di sisa usianya ini. Untuk bisa menyalurkan keinginannya itu, tentu pilihannya kepada wakil rakyat. Berapalah modal untuk membuka lapak sekedar berjualan rokok dan kacang-kacangan di pinggir jalan.

Namun demikian, hari itu bukanlah hari yang beruntung bagi Syaher Jamil. Dari siang -hingga sore, dia tak kunjung bisa menemui satupun anggota DPRD. Dan, tidak satupun pula orang yang mempedulikannya. Akhirnya dia pulang dengan tangan hampa.  Tetapi, dia masih bertekad, akan  kembali mendatangi kantor DPRD untuk mengadukan nasibnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Berikan Komentar Anda, tanpa ada unsur fitnah, dan menyinggung SARA!